Lingkungan bisnis yang mempunyai perilaku etika
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat,
menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati
diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan
yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua
pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi,
serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi
dapat diatasi.
Moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan
etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan
secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang
bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang
menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan
internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam
berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik
pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya
satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak
kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa
yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa
diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis
yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak
perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan
yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Kesaling tergantungan antara bisnis dan masyarakat
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam
berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu
menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang
memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah
pribadi seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih
berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana
dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang
memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak
interaksi antar pribadi maupun institusi yang terlibat di dalamnya.
Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan terbukanya
penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen
ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan
lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol
akan kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri Oleh karena itu
kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang
yang baik bagi masyarakat
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
1. Pandangan klasik : tanggung jawab sosial adalah bahwa tanggung jawab
sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented)
Pada pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai
dengan kepentingan terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik
saham adalah tujuan utama perusahaan.
2. Pandangan sosial ekonomi : bahwa tanggung jawab sosial manajemen
bukan sekedar menghasilkan laba, tetapi juga mencakup melindungi dan
meningkatkan kesejahteraan sosial
Pada pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas
independent yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi
juga terhadap masyarakat.
Perilaku bisnis terhadap etika
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Perkembangan Etika Bisnis
Di akui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak
pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat
dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu dalam
bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan
contoh-contoh kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis. Namun
denikian bila menyimak etika bisnis sperti dikaji dan dipraktekan
sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat fenomena baru dimana etika
bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif sampai menjadi status
sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri.
Masa etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika
bisnis telah menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional,
internasional dan global seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah
hadir di Amerika Latin , ASIA, Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di
Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah institute of
moralogy pada universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis
dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh
dewan direksi dari indian institute of manajemen di Kalkutta tahun 1992.
Di indonesia sendiri pada beberape perguruan tinggi terutama pada
program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu
bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus
tentang etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika
usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di jakarta.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh
suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip
moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan
klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan
kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai
laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan
etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai
profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal
dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat
diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan
tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi
adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan
keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa
memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak
memerlukan etika.
Jumat, 05 Oktober 2012
tinjauan etika
Etika
bisnis merupakan bagian Code of Conduct (pedoman tentang perilaku etis) suatu
entitas usaha. Pemerintah dan lembaga-lembaga Pemerintah dapat kita anggap di
sini sebagai entitas usaha, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
bentuk produk kebijakan publik maupun produk barang/jasa publik. Di dalam Code
of Conduct inilah tercantum nilai-nilai etika berusaha sebagai salah satu
pelaksanaan kaidah-kaidah Good Governance. Dengan kata lain, pembahasan
etika bisnis tidak dapat terlepas dari pembahasan muaranya, yakni governance.
Di dalam literatur ilmu ekonomi
pembangunan, konsep governance meliputi berbagai faktor kelembagaan dan
organisasi (termasuk perangkat peraturan) yang mempengaruhi operasi
perekonomian dan membentuk kebijakan publik Pemerintah. Kapasitas governance
Pemerintah yang baik diyakini akan memberikan hasil adanya suatu pasar di
berbagai sektor yang berjalan secara efisien dan kemampuan negara untuk
mengatasi berbagai permasalahan ekonomi secara efektif.
Secara umum, etika adalah
ilmu normatif penuntun manusia, yang memberi perintah apa yang mesti kita
kerjakan dalam batas-batas kita sebagai manusia. Etika menunjukkan kita dengan
siapa dan apa yang sebaiknya dilakukan. Maka, etika diarahkan menuju
perkembangan manusia dan mengarahkan kita menuju aktualisasi kapasitas terbaik
kita. Sebagai contoh, jika kita rasional, maka etika memberi perintah
2
bahwa
kita harus bertindak secara masuk akal. Itu akan membawa kita menuju ke
keutamaan.
Mengapa suatu entitas
perlu menerapkan nilai-nilai etika berusaha sebagai bagian dari pelaksanaan good governance? Jawabannya adalah
dengan adanya praktek etika berusaha dan kejujuran dalam berusaha dapat
menciptakan aset yang langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan nilai
entitas. Banyak kasus di berbagai Negara yang telah membuktikan hal tersebut.
Sayangnya, sebagai
manusia para penguasa dan pebisnis sangat rentan terhadap godaan untuk
melanggar etika. Tujuan para pebisnis adalah untuk mendapatkan uang sebanyak
mungkin. Filosofi yang dominan bagi para pebisnis adalah cara mana yang membuat
uang paling banyak. Tujuan hidup mereka didasarkan atas pertanyaan ini.
Orang-orang macam ini seperti yang dikatakan oleh Charles Diskens dalam Martin
Chuzzlewit, "Semua perhatian, harapan, dorongan, pandangan dan rekanan
mereka meleleh dalam dolar. Manusia dinilai dari dolarnya." Theodore
Levitt mengatakan bahwa para pebisnis ada hanya untuk satu tujuan, yaitu untuk
menciptakan dan mengalirkan nilai kepuasan dari suatu keuntungan hanya pada
dirinya dan nilai budaya, spiritual dan moral tidak menjadi pertimbangan dalam
pekerjaaannya.
Jelas tanpa suatu etika yang menjadi acuan, para penguasa dan
pebisnis akan lepas tidak terkendali, mengupayakan segala cara, mengorbankan
apa saja untuk mencapai tujuannya. Akibatnya sungguh mengerikan. Mereka dapat
menyebabkan perang antar bangsa, antar lembaga, atau antar perusahaan. Mereka
menganggap dan membuat bisnis seperti medan perang. John Rodes menggambarkan
mereka sebagai orang yang tidak alamiah, yang bahkan disamakan dengan monster
yang sangat kejam.
Langganan:
Postingan (Atom)