Sistem ekonomi tidak dapat dipisahkan dari lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang memang sangat dibutuhkan masyarakat. Namun selama ratusan tahun masyarakat dunia terbiasa dengan pelayanan bank konvensional yang berbasis bunga. Padahal bunga telah banyak menimbulkan penderitaan bagi banyak Negara di dunia. Termasuk Indonesia telah banyak menikmati dampak buruk dari sistem bunga.
Krisis perekonomian Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi dunia maupun regional yang ribawi dan dan cenderung eksploitatif, bervisi sekuler, tidak manusiawi dan menentang kodrat alam yang Allah atur (sunnatullah). Masih segar di ingatan kita bahwa krisis keuangan di Asia berawal dari didevaluasinya baht pada bulan Juili 1997 yang merupakan tantangan yang berat bagi perekonomian dunjia akhir abad ke-20. krisis ini membawa kehancuran perekonomian Negara Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Korea Selatan. Juga mengaikbatkan menuirunnya niolai tukar uang Negara Singapuira, Taiwan, China dan Negara lainnya di kawasan ini. Dampak devaluasi baht dirasakan jkuga oleh pasar saham di Hongkong dan juga dirasakan oleh stock exchange centers di Eropa, USA dan Jepang.
Sebuah keputusan pahit dilakukan oleh pemerintah dalam waktu singkat, dari bulan Juli 1997 sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup tidak kurang dari 55 bank, disamping mengambil alih 11 bank (BTO) dan 9 bank lainnya dibantu untuk melakukan rekapitalisasi. Sedangkan semua bank BUMN dan BPD harus ikut direkapitalisasi.
Permasalahan mendasar dari krisis keuangan yang berdampak pada krisis ekonomi adalah kualitas lembaga-lemabagha keuiangan yang dipengaruhi oleh penerapan suku bunga seabgai sistem ribawi yang ternyata gaagl berfungsi sebagai alat indirect screening mechanism. Bahkan, ia sendiri berpoptensi menjadi economic trouble maker yang melahirkan tiga macam krisis, yaitu krisis keuangan dan moneter (financial crisis), krisis pasar saham, dan krisis perbankan yang semuanya itu dipengaruhi negative pada kehidupan sector riil.
Berbagai literature yang ditulis oleh para ekonom muslim scholar seperti Muslehudin (1974), Qureshi (1979), Mills and Presley (1997), Choudhory dan Mirakhor (1997) tidak menyetujui perekonomian yang bertumpu pada suku bunga karena akan terjadi misalokasi resources yang pada gilirannya cenderung akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Sedangkan Enzler, Conrad dan Johnson (1996) menemukan bukti bahwa misalokasi capital stock telah terjadi di Amerika Serikat, Negara yang sangat mengagungkan suku bunga sebagai alat untuk melaakukan indirect screening mechanism.
Dengan terjadinya misalokasi dana yang disebabkan oleh suku bunga berpengaruh terhadap tujuan-tujuan ekonomi suatu Negara, yaitu berupa pemenuhan kebutuhjan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimal, pemerataan distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi. Bahkan Umer Chapra (1996) secara tegas menyimpulkan tesisnya bahwa sistyem keuangan dan moneter yang berbasis suku bunga tidak akan efektif dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar